Kabar Diplomasi

Teka-Teki Ledakan Nord Stream

Para pejabat Rusia akan menyelidiki kebocoran pipa Nord Stream sebagai tindakan terorisme internasional (28/9/2022). Foto: Reuters (Republika.co.id)
Para pejabat Rusia akan menyelidiki kebocoran pipa Nord Stream sebagai tindakan terorisme internasional (28/9/2022). Foto: Reuters (Republika.co.id)

DIPLOMASI REPUBLIKA, STOCKHOLM – Siapa sesungguhnya pelaku peledakan jaringan pipa Nord Stream hingga kini masih belum terungkap. Teka-teki ini terkait peristiwa September 2022. Sejumlah ledakan terjadi pada jaringan pipa bawah laut Nord Stream 1 dan Nord Stream 2 yang baru dibangun.

Jaringan pipa gas ini menghubungkan Rusia dan Jerman yang melintasi Laut Baltik. Ledakan terjadi di zona ekonomi Swedia dan Denmark. Dugaan terbaru pada Kamis (6/4/2023) diungkapkan pihak kejaksaan Swedia yang menyebut kemungkinan keterlibatan aktor negara.

Meski demikian, mereka menyatakan bakal sulit menemukan bukti untuk mengidentifikasi pelakunya. Ledakan di zona ekonomi Swedia terjadi di kedalaman 80 meter, yang dianggap rumit oleh kejaksaan negeri tersebut dalam menyelidiki kasus ini. ‘’Kami yakin, sulit menentukan siapa yang melakukannya,’’ kata Jaksa Mats Ljungqvist kepada laman berita Reuters melalui sambungan telepon.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Ia menduga, pelaku sadar akan meninggalkan sejumlah jejak setelah aksinya usai. ‘’Pelaku tentu waspada sehingga bukti tak akan berhimpun di satu arah, tetapi beberapa arah. Ini yang menjadi sukar untuk yakin menunjuk siapa pelaku sebenarnya,’’ ujar Ljungqvist.

Invasi Rusia terhadap Ukraina pada Februari 2022, membuat Eropa bergantung pada pasokan gas alam Rusia. Ledakan pada Nord Stream membuat mereka mencari sumber pasokan alternatif. Nord Stream 1 dan Nord Stream 2 masing-masing memiliki dua jaringan pipa.

Jaringan ini dibuat perusahaan migas Rusia, Gazprom untuk memompa 110 miliar kubik meter (bcm) gas alam ke Jerman.

Soal ledakan Nord Stream, Ljungqvist menyatakan, para penyelidik sudah bisa menentukan jenis bahan peledak yang digunakan. Ini bisa mempersempit kemungkinan luas siapa pelakunya. Namun, mereka enggan menyebutkannya. Alasannya, penyelidikan masih berlangsung.

Sebelumnya, sejumlah teori mengemuka. Jerman mengonfirmasi para penyelidiknya bahwa sebuah kapal yang muncul pada Januari, kemungkinan digunakan untuk membawa bahan peledak untuk meledakkan jaringan pipa Nord Stream.

Media Jerman bahkan melaporkan kapal itu bisa jadi digunakan kelompok di Ukraina atau kelompok pro-Ukraina. Ljungqvist menuturkan, dugaan itu memang tak bisa sepenuhnya diabaikan bahwa kelompok independen bukan aktor negara di balik serangan itu.

Namun, ia menyatakan, hal tersebut sepertinya tak mungkin. Ia beralasan, ada sejumlah perusahaan yang punya misi khusus yang bisa mereka lakukan. ‘’Namun, aktor negara, baik langsung maupun tak langsung di balik skenario utama peledakan, merujuk situasi yang ada.’’

Jurnalis AS Seymour Hersch ikut menyampaikan analisisnya bahwa AS dengan bantuan militer Norwegia berada di balik serangan Nord Stream. Meski demikian, baik AS maupun Ukraina menyangkal tuduhan yang mengarah mereka.

Moskow pun, meski belum menyertakan bukti kuat, menuduh Barat melakukan sabotase terhadap Nord Stream. Dengan beredarnya rupa-rupa dugaan ini, Ljungqvist menuturkan, insiden Nord Stream jadi arena terbuka bagi semua pihak untuk bertarung pengaruh.

Muasal Nord Stream

Jaringan pipa Nord Stream 1 dan Nord Stream 2, sebagian dimiliki perusahaan migas Rusia, Gazprom untuk menyalurkan gas alam dari Rusia ke Eropa ke terminal di Jerman. Nord Stream 1 tuntas dan mulai 'online' pada 2011.

Nord Stream 2 belum rampung hingga musim gugur 2021 dan belum beroperasi karena serangan Rusia ke Ukraina pada Februari 2022. Dua jaringan itu memangkas rute eksisting yang melewati Ukraina. Artinya, ini membuat Ukraina kehilangan pemasukan dari biaya transit.

Selain itu, Ukraina pun tak bisa secara langsung menggunakan gas melalui jaringan pipa itu. Barat memandang, Nord Stream ini merupakan langkah Rusia untuk memegang kendali pasokan energi Eropa.

Barat khawatir, Rusia memanfaatkan kendali energi sebagai senjata politik. Di tengah penentangan oleh Presiden AS Barack Obama, kemudian Donald Trump, dan kini Joe Biden, Jerman di bawah Kanselir Angela Merkel melanjutkan proyek Nord Stream 2.

Pemerintahan Biden lalu menjatuhkan sanksi kepada entitas di Jerman yang terlibat Nord Stream 2. Setelah terjadi serangan Rusia ke Ukraina, Jerman akhirnya menarik izin operasional Nord Stream 2 yang saat itu belum sampai ke fase 'online'. n (ap/reuters/fer)

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image