Saham Negeri Arab Betebaran di Perusahaan-Perusahaan Barat

Mancanegara  
Seorang investor Saudi memantau bursa saham di Bursa Efek Saudi, Tadawul. (Saudigazette)
Seorang investor Saudi memantau bursa saham di Bursa Efek Saudi, Tadawul. (Saudigazette)

DIPLOMASI REPUBLIKA, Arab Saudi gencar merogoh dalam-dalam koceknya untuk mendanai bisnis di Barat. Bersama negara tetangga kaya lainnya, Uni Emirat Arab (UEA) dan Qatar, alokasi Public Investment Fund (PIF) milik Saudi telah mengalir deras pada krisis keuangan 2008/2009. Melalui PIF, mereka menopang keuangan bank-bank Barat.

‘’Sovereign wealth fund negara Teluk bisa menginvestasikan dana besar tanpa birokratis. Mereka sering membuktikan diri sebagai kesatria putih bagi banyak perusahaan,’’ kata Direktur GIGA Institute for Middle East Studies, Eckart Woertz kepada Deustche Welle, Senin (11/9/2023).

Saudi saat ini mempunyai saham yang tersebar di Nintendo, Uber, Boeing, bahkan klub sepak bola Inggris Newcastle United. Pada Juni lalu, Golf's PGA Tour malah sepakat melakukan merger kontroversial dengan LIV Golf yang didukung Saudi.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Kontroversi mencuat karena kelompok pembela HAM mengkritik soal catatan HAM Saudi. Tak hanya itu, PIF hampir akan menguasai dua per tiga saham Lucid Motors, yang merupakan saingan terberat perusahaan otomotif milik Elon Musk, Tesla.

Mereka mengeluarkan 5,4 miliar dolar AS dalam lima tahun pada perusahaan yang memproduksi kurang lebih 10 ribu kendaraan per tahun. Ada pula kisah ekspansi yang dilakukan Saudi Telecom's (STC) Group ke tanah Barat, Spanyol.

Jose Maria Alvarez-Pallete, pemimpin perusahaan telepon dan layanan internet Spanyol, Telefonica, mendapatkan panggilan telepon yang tak ia sangka pekan lalu ketika berada di Silicon Valley untuk bertemu perusahaan teknologi dan investor di Amerika.

Ia mengkaji operator telekomunikasi terbesar Saudi, STC Group, berkeinginan menjadi pemegang saham terbesar di Telefonica, dengan bunga 9,9 persen. Beberapa jam setelah ada telepon pada Selasa lalu itu, Alvarez-Pallete sudah dalam perjalanan menuju Riyadh.

Berbulan-bulan STC membuat rancangan 2,25 miliar dolar AS, ujar seorang sumber. Dengan kesepakatan ini, Telefonica mendapatkan dana yang dibutuhkan, sedangkan STC memperoleh tenaga ahli untuk memodernisasi infrastruktur telekomunikasinya.

Namun, sejumlah pihak di Spanyol khawatir dengan kesekapatan itu karena bisa saja Saudi terlalu banyak memengaruhi infrastruktur telekomunikasi dan internet Spanyol.

Di STC, terdapat 64 persen saham PIF, mesin utama putra mahkota Saudi, Pangeran Muhammad bin Salman untuk menggerakkan Visi 2030, yang tujuannya memiliki banyak saham di berbagai perusahaan global dan melepas ekonomi Saudi dari ketergantungan pada minyak.

Para investor dari Timur Tengah dalam beberapa waktu ini telah memiliki saham di perusahaan-perusahaan Spanyol. UEA melalui sovereign wealth fund Mubadala punya saham di perusahaan minyak Cepsa dan operator jaringan gas, Enagas.

Sedangkan sovereign wealth fund QIA, milik Qatar merupakan pemegang saham Iberdrola.

Perusahaan telepon UEA, e& (sebelumnya bernama Etisalat) tahun ini meningkatkan kepemilikan di perusahaan telekomunikasi terkemuka Eropa, yaitu Vodafone, dari 10 hingga hampir 15 persen. Bulan lalu, mereka mempertimbangkan untuk bisa memiliki 20 persen.

Pekan lalu, Wakil Perdana Menteri Spanyol, Nadia Calvino, mengatakan saham di Telefonica perlu dikaji lagi dengan pertimbangan kepentingan strategis Spanyol. Mereka khawatir bakal berpengaruh pada sektor pertahanan mereka.

Inggris juga khawatir, apakah hubungan Vodafone dengan e& berdampak pada rencana merger sebelumnya, yang bernilai 19 miliar dolar AS dengan rival, Three, yang saat ini dikaji oleh badan pengawas persaingan usaha.

Three dimiliki oleh CK Hutchison yang berbasis di Hong Kong dan kesepakatan akan memberi Cina, juga UEA akses ke infrastruktur komunikasi Inggris. Namun, sejumlah pengamat menyatakan kekhawatiran itu berlebihan.

Terkait catatan HAM dan ancaman keamanan, misalnya soal akses telekomunikasi dan internet, Direktur GIGA Institute for Middle East Studies, Eckart Woertz, mengungkapkan sikap pragmatis biasanya lebih dominan dalam bisnis, khususnya saat krisis.

‘’Bagi perusahaan, HAM bukan perhatian utama mereka. Ini tentang pertumbuhan bisnis dan sebagai investor, negara-negara Teluk itu sangat berguna,’’ katanya. (fer/reuters)

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image