Makna di Balik Grebeg Mulud Keraton Yogyakarta
DIPLOMASI REPUBLIKA, YOGYAKARTA -- Perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad Saw setiap 12 Rabiul Awal digelar Keraton Yogyakarta, Kamis (28/9/2023). Perayaan yang dikenal dengan Garebeg Mulud atau Grebeg Mulud ini disambut antusias masyarakat, termasuk wisatawan.
Grebeg Mulud menjadi acara puncak dari rangkaian perayaan sekaten yang awalnya sebagai sarana penyebaran agama Islam. Perayaan Grebeg selalu ditandai dengan munculnya gunungan.
Gunungan dalam tradisi sekaten menjadi simbol kemakmuran dan kesejahteraan. Gunungan terdiri atas makanan berbahan dasar beras (ketan), sayuran, kacang-kacangan, telur, dengan aneka hasil bumi lainnya, yang disusun sedemikian rupa menyerupai gunung.
Berbagai jenis gunungan terdapat di Keraton Yogyakarta. Ada Gunungan Kakung, Gunungan Puteri, Gunungan Brama, Gunungan Pawuhan, Gunungan Gepak, dan Gunungan Dharat.
Tiap-tiap gunungan memiliki kekhasan. Contohnya Gunungan Brama yang hanya dikeluarkan saat Garebeg Maulud Tahun Dal atau perayaan setiap delapan tahun sekali. Selain itu, seperti dijelaskan laman kratonjogja, Gunungan Brama hanya dibagikan kepada keluarga sultan dan tidak dibagikan kepada masyarakat seperti gunungan lainnya.
Keraton Yogyakarta mengirimkan satu gunungan kakung ke Kompleks Kepatihan, Yogyakarta. Gunungan kakung/jaler (pria) ini sesuai namanya, melambangkan sifat pria kesatria Jawa. Para abdi dalem Keraton Yogyakarta beserta para prajurit yang mengantar gunungan tersebut.
Selanjutnya, Gunungan Kakung ini dapat diperebutkan oleh masyarakat dalam kegiatan yang disebut rayahan atau rebutan. Kegiatan ini mengisyaratkan makna bahwa dalam kehidupan, setiap tujuan dapat dicapai dengan usaha giat dan kerja keras.
Grebeg Mulud berdasarkan penanggalan Jawa tahun ini adalah tanggal 12, bulan Mulud, tahun Jimawal 1957. Grebeg Mulud bermakna sebagai wujud syukur dan sedekah dari Keraton Yogyakarta atas keberkahan, yang dapat dinikmati bersama masyarakat.
Selain itu, makna perayaan bisa dipahami dari bahan utama pembuat gunungan, yakni ketan. Sifat ketan yang lengket ini mengandung makna bahwa dengan adanya Grebeg dan gunungan dapat membuat ikatan erat antara raja dan rakyatnya. (rin)