Seniman Tari yang Dianugerahi CHI Awards 2023, Ada Maestro Tari Bali
DIPLOMASI REPUBLIKA, JAKARTA -- Acara penghargaan "The Culture Heritage of Indonesia" atau CHI Awards kembali diselenggarakan pada Kamis (9/11/2023) malam di The Habibie & Ainun Library, Jakarta. Tahun ini, CHI Awards diberikan kepada seniman tari atau pelestari seni tari tradisional Indonesia. Mereka yang terpilih ini memiliki kiprah, komitmen, dan konsistensi untuk melestarikan kesenian tari.
Tari adalah salah satu cabang seni yang menggunakan gerak tubuh manusia sebagai alat atau sarana berekspresi. Dengan warisan budayanya yang kaya, Indonesia memiliki banyak tarian tradisional.
Terdapat tiga fungsi utama tari tradisional secara umum, yakni tari sebagai upacara ritual, tari sebagai hiburan pribadi, dan tari sebagai seni pertunjukan. Beberapa tarian ini bahkan telah mendapatkan pengakuan internasional, antara lain Tari Saman dari Aceh dan Tari Kecak dari Bali.
Tidak hanya menjadi sumber kebanggaan nasional, tarian-tarian yang sarat makna itu juga berkontribusi pada identitas bangsa. Dalam pelestariannya, ada peran para maestro atau pelaku kesenian tari.
Proses seleksi panjang dilakukan oleh para pendiri CHI, yakni Dewita R Panjaitan, Insana Habibie, dan Anitasa Richir dengan para penasihat, antara lain Ayu Dyah Pasha, Firman Ichsan, Nani Koespriani, dan Musa Widyatmodjo serta Amy Wirabudi yang mewakili anggota CHI. Nama kandidat yang terpilih kemudian masuk seleksi selanjutnya yang melibatkan Dewan Pemerhati yang terdiri atas rektor ISI Denpasar Bali, Wayan “Kun” Adnyana; dosen IKJ, Nungki Kusumastuti; dan dosen ISI Padang Panjang Sumatra Barat, Yan Stevenson.
Melansir berita Republika dan beberapa sumber, disebutkan bahwa para kandidat yang akhirnya terpilih untuk menerima penghargaan CHI Awards 2023, yaitu:
1. Elly D. Lutan
Bersama almarhum suaminya, Deddy Lutan, penari dan koreografer ternama saat itu, dia berkarya selama kurang lebih 23 tahun lewat sanggar tari mereka, Deddy Lutan Dance Company (DLDC). Pasangan ini pun sempat menampilkan para penari suku Asmat keliling Amerika Serikat pada 1989. Misi mereka dalam berkarya adalah mengangkat seni budaya tanpa mencabut akar tradisinya.
2. Ery Mefri
Ery Mefri dikenal sebagai maestro tari minang, muncul ke panggung dunia pada 2004 berkat peran Kementerian Pariwisata lewat Indonesia Performing Arts. Dia dan kelompok Nan Jombang pada 2007, pertama kali diundang tampil di Brisbane, Australia. Karyanya yang paling sering ditampilkan adalah “Rantau Berbisik”, yang diangkat dari kisah Ery saat merantau dari Sumatra Barat ke Jakarta.
3. Ni Ketut Arini
Penari asal Bali ini sudah meraih banyak penghargaan. Salah satunya adalah untuk karya tari kreasinya, Tari Legong Widya Lalita. Arini mengisi program Bina Tari di TVRI bersama sanggar tarinya, Warini, sejak 1979 dan berlangsung selama 20 tahun. Saat ini pada usia 80 tahun, Arini masih aktif menjadi pengajar dan menari. Ia pun sempat tampil solo di CHI Awards 2023.
4. Retno Maruti
Dia disebut sebagai salah satu maestro tari Indonesia, terutama tari Jawa klasik. Sejak tahun 1960-an, dia mulai menari di luar negeri, antara lain di World Fair New York 1964 dan terpilih sebagai salah satu penari misi kepresidenan ke Jepang. Sekembalinya ke Indonesia, Retno semakin produktif membuat berbagai karya tari, yang kemudian menghasilkan banyak seniman dan penari klasik muda berbakat.
Tidak hanya memberikan apresiasi kepada para seniman tari, CHI 2023 juga memberikan penghargaan khusus 'Amerta Askara Budaya' kepada presiden pertama RI, Sukarno. Bung Karno memang dikenal punya kepedulian dan perhatian besar terhadap kebudayaan, khususnya seni tari.
Sebelumnya, CHI Awards 2018 mengambil tema seni Wastra Nusantara-Batik. Yayasan Al-Maryati/AlMar menjadi pihak penyelenggara CHI Awards. CHI Awards adalah sebuah acara bergengsi yang ditujukan untuk menghargai individu, yang telah menunjukkan dedikasi dalam melestarikan dan mengembangkan kekayaan seni budaya di Indonesia.
Inisiator dan founder CHI, Dewita R Panjaitan, menjelaskan CHI adalah sebuah perkumpulan, yang didedikasikan untuk turut berperan dalam melestarikan dan mengembangkan seni budaya Indonesia.
“Keberadaan CHI dalam makna energi atau napas hidup (dalam bahasa sansekerta), diharapkan dapat memberikan energi/napas bagi kehidupan pelestarian warisan budaya di Indonesia. Semoga gerakan kecil ini bisa memberi manfaat besar bagi bangsa dan negara,” kata Dewita. (rin)