Perjuangan Penulis Palestina Lewat Sastra
DIPLOMASI REPUBLIKA,--Walaupun berada dalam kependudukan Israel, Palestina tidak surut dalam menghasilkan karya-karya rakyatnya pada banyak hal. Salah satunya adalah tulisan, mulai dari fiksi hingga nonfiksi. Di bawah kependudukan tersebut, penulis-penulis Palestina berjuang melawan sensor, blokade, bahkan pengasingan.
Tahukah Anda bahwa Palestina telah menghasilkan banyak penulis yang memiliki arti penting bagi dunia. Dua di antaranya adalah penyair Mahmoud Darwish dan tokoh Edward Said.
Mahmoud Darwish (lahir pada 13 Maret 1941 dan wafat pada 9 Agustus 2008) merupakan pengarang sekaligus penyair yang sudah menerbitkan puluhan judul buku, baik prosa maupun puisi. Sedangkan Edward Said (lahir pada 1 November 1935 dan wafat pada 24 September 2003) merupakan tokoh intelektual sekaligus akademisi. Dia adalah profesor di Columbia University. Karya-karyanya, antara lain Orientalism, The Question of Palestine, Out of Place: A Memoir, dan Culture and Imperialism. Di antaranya karyanya ini menjadi bacaan wajib mahasiswa di jurusan sastra, sosial, dan politik.
Seperti yang dilansir dari middleeasteye, sejak peristiwa Nakba pada 1948, penulis Palestina, toko buku, tempat pertunjukan, dan ruang-ruang budaya menjadi target kekerasan dan sensor oleh Israel. Bahkan, Israel pernah memaksa masuk dan menyerang Dar Yusuf Nasri Jacir for Art and Research—sebuah tempat yang dikelola oleh seniman-seniman sebagai pusat kebudayaan, pendidikan, dan pertanian di Bethlehem.
Sementara itu, di Gaza, melalui serangan udara, Israel telah menghancurkan toko buku dan penerbit, termasuk toko buku bekas Samir Mansour di Kota Gaza. Akibatnya, peluncuran kumpulan cerpen Daughter of the Sea karya penulis dari Gaza, Hedaya Shamun, harus ditunda. Namun, pecinta buku di seluruh penjuru Palestina tetap bertahan untuk menggelar acara-acara yang berhubungan dengan buku. (lur)