UNESCO Jadikan Hari Lahir AA Navis dan Laksamana Malahayati Sebagai Perayaan Internasional
DIPLOMASI REPUBLIKA-- Badan khusus PBB yang membidangi keilmuan, pendidikan, dan kebudayaan, UNESCO, menetapkan dua hari lahir tokoh nasional Indonesia sebagai Perayaan Internasional, dalam Sidang Umum Ke-42 UNESCO, di Paris, Prancis, baru-baru ini. Kedua tokoh tersebut adalah Ali Akbar Navis dan Laksamana Keumalahayati. Berikut ini profil singkat keduanya dari berbagai sumber.
Ali Akbar Navis atau AA Navis merupakan sastrawan asal Sumatra Barat (Sumbar). Dia lahir di Padangpanjang, Sumbar, pada 17 November 1924, sebagai anak sulung dari 15 bersaudara.
Kecintaannya terhadap karya sastra dimulai sejak orang tuanya berlangganan majalah Panji Islam dan Pedoman Masyarakat. Dia menggemari bacaan yang dimuat di kedua majalah itu, terutama cerita pendeknya. Sang ayah, St Marajo Sawiyah, yang mengetahui hobi Navis kecil kemudian sering memberikan uang untuk dibelikan buku bacaan.
Selain membaca, Navis juga senang menulis, baik karya fiksi maupun nonfiksi. Namun, karier sebagai penulis dimulai saat ia berusia sekitar 30-an setelah karyanya muncul di beberapa media massa, seperti Mimbar Indonesia, Budaya, Kisah, dan Roman. Selain menulis cerpen dan naskah sandiwara, dia juga menulis novel. Dia sering kali mengangkat tema masyarakat Minangkabau dan budaya di lingkungannya.
Sebagai sastrawan, pekerjaan Navis ini kerap dibantu istrinya. Apabila dia sedang menulis sebuah cerita, istrinya selalu mendampinginya dan membaca setiap lembar karangannya. Navis pun memperhatikan reaksi istrinya ketika membaca dan menjadi ukuran bahwa tulisannya sesuai atau tidak dengan keinginannya.
Cerpennya yang terkenal berjudul "Robohnya Surau Kami", membuka cakrawala baru dalam tradisi sastra Indonesia. Kritikus Sastra, A. Teeuw, turut mengomentari bahwa AA Navis sebenarnya bukan seorang pengarang besar, melainkan seorang pengarang yang menyuarakan suara Sumatra di tengah konsep Jawa (pengarang Jawa) sehingga layak disebut sebagai pengarang “Angkatan Terbaru”.
Seorang sastrawan yang juga wartawan, Abrar Yusra, mengatakan bahwa cerpen karya AA Navis dengan judul “Robohnya Surau Kami” yang mendapat hadiah kedua dari majalah Kisah, sebenarnya lebih terkenal daripada cerpen “Kejantanan di Sumbing” karya Subagio Sastrowardoyo.
Navis juga pernah bekerja sebagai pemimpin redaksi di Semangat (harian angkatan bersenjata edisi Padang). AA Navis wafat pada 22 Maret 2003.
Karya-karya AA Navis, baik fiksi maupun nonfiksi, beserta sejumlah penghargaan yang pernah diterimanya... (ke halaman selanjutnya)