Menyingkap Wajah Kampung Kota Lewat Workshop Video Etnografis
DIPLOMASI REPUBLIKA, JAKARTA--Berdasarkan penelitian, 44 persen warga Jakarta tinggal di kampung-kampung kota. Kehidupan kampung kota ini kerap luput dari penggambaran kota mega-metropolitan karena narasi negatif dari pemberitaan media. Melalui kata-kata, seperti "miris", "ngeri", atau "bau" dalam mendeskripsikan gambar-gambar yang menyoroti keadaan kampung dengan lorong-lorong yang sempit dan fasilitas kesehatan yang tidak memadai. Pandangan yang menyudutkan itu membuat kampung kota identik dengan kumuh, padat, dan tidak sehat.
Antropologi Universitas Indonesia bekerja sama Jaringan Muda Kampung Kota dan Urban Poor Consortium (UPC) menyelenggarakan workshop video etnografis pada Ahad (10/12/2023). Melalui workshop yang diadakan di balai warga Kampung Muka, Ancol, Jakarta Utara, ini diharapkan dapat memberikan sudut pandang positif terhadap wajah kampung kota sehingga membuka peluang kerja sama pada masa mendatang.
"Video bukanlah barang kaum profesional lagi, tetapi telah menjadi teknologi visual keseharian. Sehingga tujuan dari workshop ini ialah memberikan bekal pengetahuan kepada peserta untuk dapat memproduksi video dokumenter yang tidak sekadar hiburan, tetapi dapat memberikan pengetahuan yang memadai mengenai lingkungan perkampungan mereka," tulis pernyataan persnya, yang dikutip Jumat (15/12/2023).
Selain itu, disebutkan pula bahwa isu sengketa tanah yang banyak mengancam keberadaan kampung-kampung kota dan program reforma agraria dari pemerintah memberikan peluang bagi kaum miskin kota untuk mengeklaim kewajiban negara dalam menyediakan hunian yang layak bagi warganya. Video dokumenter ini juga memberikan gambaran sejarah bahwa kampung kota turut menjadi bagian dari perkembangan Kota Jakarta.
Kegiatan workshop dimulai dengan pemutaran berbagai video etnografis, penjelasan mengenai penggunaan video sebagai strategi advokasi hunian bagi kaum miskin kota, dan penayangan dokumenter etnografis, seperti "Lukas' Moment" karya Aryo Danusiri dan "Tanah Moyangku" karya Edy Purwanto.
"Saya terinspirasi untuk membuat dokumenter puitik untuk dapat menangkap hal-hal yang khas dari kampung saya, yang sering tidak pernah diperhatikan orang luar," kata Dadan, peserta workshop.
Seperti diketahui, Kampung Muka merupakan satu di antara kampung tertua yang masih ada. Sebelum berkembang seperti sekarang, Batavia terpusat di dalam tembok yang banyak dihuni bangsa Eropa, sedangkan penduduk pribumi banyak menempati area perkampungan di luar tembok. Kampung ini adalah miniatur melting pot Jakarta. Permukiman yang dihuni bangsa pribumi Indonesia ini menjadi salah satu sentra pendatang dari segala penjuru Nusantara yang menetap di Batavia. Hal tersebut yang membuat keunikan dari Kampung Muka, terutama asimilasi dan akulturasi budayanya hingga kini.
Workshop video etnografis ini merupakan bagian dari program Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia. Program tersebut merupakan bagian dari riset mengenai politik agraria dan partisipasi politik di Indonesia. (zed)