Stok Amunisi Nyaris Melompong, Kekuatan Pertahanan Eropa Begitu Rapuhkah?
DUESSELDORF – Mantan presiden AS Donald Trump telah memantik pernyataan yang memicu polemik. Ia menyatakan AS mestinya tak melindungi anggota NATO yang tak mampu membelanjakan 2 persen dari produk domestik bruto (PDB)-nya untuk bidang pertahanan.
Jangan sampai semua bergantung pada AS. Apakah kondisi pertahanan negara Eropa anggota NATO begitu lemah dan rapuh? CEO Rheinmetall Armin Papperger mengungkapkan, Eropa membutuhkan 10 tahun sebelum sepenuhnya siap mempertahankan dirinya sendiri.
‘’Stok amunisi sekarang ini ‘kosong’,’’ ungkap Papperger kepada BBC, Senin (12/2/2024) saat kunjungan Kanselir Jerman Olaf Scholz pada acara peletakan batu pertama pabrik senjata Rheinmettal di Lower Saxony. Rheinmetall, perusahaan pertahanan terbesar Jerman.
Menhan Jerman Boris Pistorius dan Perdana Menteri Denmark Mette turut serta dalam kunjungan tersebut. Pernyataan ini juga mencuat beberapa hari setelah Trump menyampaikan alarm untuk Eropa, soal dana pertahanan negara Eropa anggota NATO.
Rheinmetall menginvestasikan dana lebih dari 300 juta dolar AS pada pabrik baru ini, yang diharapkan mampu memprodukai 200 ribu peluru artileri per tahun. Papperger menyatakan, waktu yang panjang dibutuhkan untuk siap melawan agresor yang memerangi NATO.
‘’Kita baik-baik saja dalam tiga, empat tahun tetapi untuk benar-benar siap, kita butuh 10 tahun. Kita harus memproduksi 1,5 juta amunisi di Eropa,’’ katanya. Sebab, tambah dia, sebagian besar amunisi Eropa telah dikirimkan ke Ukraina. Jadi, stok saat ini menipis.
Sepanjang perang di Ukraina belum berakhir, Eropa mesti membantunya. Namun konsekuensinya, minimal lima tahun dan 10 tahun untuk mengisi kembali stok amunisi yang sekarang terkuras untuk membantu Ukraina.
Kanselir Olaf Scholz menyatakan perusahaan-perusahaan pertahanan bisa mengandalkan pemerintahannya yang meningkatkan belanja militer yang akan memenuhi batas minimal dua persen dari PDB sesuai ketentuan NATO.
Menurut dia, industri pertahanan Jerman dan Eropa mesti beralih ke upaya produksi massal senjata. Ia berargumen, perang di Ukraina memberikan gambaran bagaimana pabrik senjata Eropa mesti berjuang begitu keras untuk memenuhi kebutuhan amunisi.
‘’Kita harus beralih dari sekadar membuat saja menuju produksi skala besar peralatan pertahanan. Bukan hanya AS, semua negara Eropa harus mendukung Ukraina. Janji bantuan masih belum cukup. Hanya mengandalkan kekuatan Jerman tentu tak memadai,’’ kata Scholz.
Ia menambahkan, negara-negara Eropa mesti meningkatkan pemesanan senjata secara bersama-sama untuk membantu industri pertahanan memenuhi komitmen yaitu menyediakan senjata yang dibutuhkan dalam jangka panjang.
‘’Jika Anda ingin membeli VW Golf dalam dua atau tiga tahun, lalu saya tahu hari ini, mobil itu aka nada. Saya mungkin harus menunggu tiga atau enam bulan tetapi dipastikan mobil yang diinginkan kemudian benar-benar ada di halaman rumah,’’ kata Scholz.
Namun, ia mengingatkan, itu bukanlah alur produksi yang berjalan di industri pertahanan. Tank, howitzers, helikopter dan sistem antipesawat tidak ada dengan sendirinya ada di rak-rak tetapi harus dipesan secara massal.
Claudia Major, dari German Institute for International and Security Affairs mengakui Eropa memang saat ini telah berinvestasi lebih besar di industri pertahanan sejak pasukan Rusia melakukan invasi penuh terhadap Ukraina.
‘’Namun jika kita jujur, kita tahu dalam momen itu, dalam sebuah konflik konvensional, Eropa tak bisa mempertahankan diri tanpa dukungan dari AS,’’ ungkap Major.
Belanja anggota NATO
Dalam kampanye konvensi calon presiden Partai Republik di Conway, South Carolina, Trump melontarkan kritik pedas terhadap anggota-anggota NATO yang belum membelanjakan 2 persen dari PDB-nya untuk sektor pertahanan.
Ia menyampaikan itu dengan mengatakan terjadi percakapan dirinya dengan presiden sebuah negara besar. ‘’Well sir, jika kami tidak membayar dan kami diserang Rusia, akankah Anda melindungi kami?’’ Trump mengutip pemimpin sebuah negara tersebut.
Trump menjawabnya,’’Anda tidak membayar? Anda bandel?’’ Presiden negara itu menyatakan,’’Ya, katakanlah hal itu terjadi.’’ Lalu Trump menjawab kembali,’’ Tidak, saya tidak akan melindungi Anda. Saya akan mendorong Rusia melakukan apapun yang mereka inginkan.’’
Saat ini, NATO beranggotakan 31 negara, sebagian besar adalah negara-negara Eropa plus AS dan Kanada. Anggota terbaru adalah Finlandia yang resmi bergabung pada April tahun lalu. Anggota NATO sangat beragam kondisinya.
Terdapat negara besar seperti Inggris, Prancis, Jerman, dan Turki ada pula negara kecil misalnya Islandia dan Montenegro. Menurut estimasi NATO dari Juli tahun lalu, 11 anggota pada 2023 diharapkan mampu memenuhi kuota dua persen dari PDB untuk belanja militer.
Mereka adalah Polandia, AS, Yunani, Estonia, Lithuania, Finlandia, Rumania, Hungaria, Latvia, Inggris, dan Slovakia. Kekuatan ekonomi Eropa, Jerman diperkirakan baru mencapai 1,57 persen. Tetapi mereka menegaskan akan mencapai target dua persen tahun ini.
Negara dengan anggaran terendah adalah Spanyol, Belgia, dan Luxembourg. NATO berdiri pada 1949 yang merupakan aliansi negara dari Amerika Utara dan Eropa untuk mengkonter Uni Soviet, saat tensi Perang Dingin menguat.
Terdapat Artikel 5 dalam aturan NATO yang menegaskan prinsip pertahanan kolektif. Maknanya, serangan dari negara lain yang dihadapi salah satu anggotanya dianggap sebagai serangan bagi semua anggota NATO. n reuters/han