Kabar Diplomasi

37 Kain Tradisional Indonesia Dipamerkan di Museum Bergengsi San Francicso

(Dok. KJRI San Francisco)
(Dok. KJRI San Francisco)

DIPLOMASI REPUBLIKA, SAN FRANCISCO -- Lokakarya dan pameran seni kain tradisional Indonesia digelar di museum bergengsi, Asian Art Museum San Francisco, Ahad (3/4). Museum tersebut termasuk museum Asia terbesar di dunia.

Lokakarya digelar dengan tema “Batik, Ikat, and Beyond: Textile Demonstration and Workshops”. Acara ini bersamaan dengan pameran kain tenun ikat dengan tema “Weaving Stories” yang berlangsung di museum tersebut pada 17 Desember 2021 hingga 2 May 2022.

Pameran ini menampilkan 45 kain tenun ikat dari Asia Tenggara. Dari jumlah itu, sebanyak 37 kain berasal dari Indonesia yaitu Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi, Sumba, pulau Lembata, dan Pulau Kisar (Yotowawa).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Pelaku seni seperti Sandra Sardjono, CEO Tracing Patterns Foundation, Agus Ismoyo dan Nia Fliam, Pemilik Studio Brahma Tirtasari turut berpartisipasi sebagai pembicara dalam kegiatan loka karya ini.

“Acara loka karya dan pameran seni budaya ini dilakukan sebagai bagian dari total public diplomacy, identitas bangsa Indonesia beserta nilai kearifan lokal terekfleksi pada setiap kain tenun ikat dan batik," ujar Konsul Jenderal RI San Francisco Prasetyo Hadi dalam keterangan tertulis yang diterima Diplomasi Republika, Selasa (5/4).

"Kami berniat mengajak masyarakat Amerika Serikat untuk menelusuri cerita di balik kain-kain tradisional Indonesia, yaitu kain digunakan sebagai alat kreativitas dalam mengkomunikasikan sejarah, simbol status sosial, hingga keyakinan masyarakat di berbagai pulau-pulau Indonesia,” katanya menambahkan.

Selama sesi loka karya berlangsung, beberapa warga AS tampak terpukau saat mempelajari proses pembuatan kain tenun ikat dan batik. Apalagi, kain tersebut menggunakan bahan-bahan ramah lingkungan seperti bahan pewarna alami dari daun kering, kayu, dan sebagainya.

Dr. Robert Mintz, Deputy Director of Art and Programs, Asian Art Museum SF, menyatakan “Sejauh ini kami mencatat sekitar 30.000 orang pengunjung datang untuk pameran 'Weaving Stories'. Sebagian besar masyarakat AS tertarik untuk memahami teknik pembuatan tradisional, penggunaan viber, tanaman, dan jenis-jenis kain yang berbeda."

"Melalui pameran seni ini kami juga mencoba mengangkat kompleksitas pemahaman teknik pewarnaan tradisional, dan tekstil Indonesia merepresentasikan sebuah tradisi yang telah dimulai sejak lama namun masih berlanjut hingga sekarang,” kata Mintz.

Konsul Jenderal RI San Francisco Prasetyo Hadi (kiri) dan Dr. Robert Mintz (Dok. KJRI San Francisco)
Konsul Jenderal RI San Francisco Prasetyo Hadi (kiri) dan Dr. Robert Mintz (Dok. KJRI San Francisco)

Salah satu kain tradisional Indonesia yang dipamerkan adalah karya Milla Sungkar. Kain ini menceritakan peristiwa bencana gempa bumi dan tsunami di Aceh tahun 2004. Jika diperhatikan dari dekat pada kain batik tersebut terdapat satu gambar masjid besar yang tetap berdiri.

“Sebuah kebudayaan itu tumbuh secara alami, seringkali tradisi dilihat sebagai barang yang sudah lampau, tapi saya melihat tradisi yang dulu itu ada saat ini, karena budaya itu hakikatnya adalah sesuatu yang hidup dan sangat alami, sehingga budaya itu masih ada dalam kehidupan kita," Agus Ismoyo, seniman batik dari Studio Brahma Tirtasari.

Menurutnya, tantangan ke depannya adalah bagaimana kita mampu menjelaskan makna dan nilai dari budaya itu sendiri.

(Dok. KJRI San Francisco)
(Dok. KJRI San Francisco)

Kain-kain yang dipamerkan memberikan informasi mengenai identitas pemakainya seperti menunjukkan usia, status perkawinan, dan kekayaan. Misalnya pada batik biru putih dengan berlian di dada pada kain Jawa menunjukkan seorang wanita yang sudah menikah.

Selain itu, salah satu kain lainnya yang dipamerkan adalah kain Cepuk yang memiliki makna bertatap muka dengan ilahi. Kain tersebut biasanya digunakan dalam upacara keagamaan.

Asian Art Museum SF memiliki lebih dari 50,000 pengunjung setiap bulannya, melalui program Weaving Stories Exhibition dan Batik and Ikat Workshop. KJRI San Francisco mendukung kegiatan tersebut untuk menciptakan pemahaman budaya dan meningkatkan citra positif Indonesia kepada masyarakat lokal AS melalui seni budaya kain tradisional. (yen)

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image