Dialog AS-Cina, Baru Terucap di Bibir Saja
DIPLOMASI REPUBLIKA, SINGAPURA – Dialog untuk meredam ketegangan antara AS dan Cina dibutuhkan. Kedua belah pihak menyadari perlu ada pembicaraan, menghindarkan diri dari konflik. Menhan AS Lloyd Austin dan Menhan Cina Li Shangfu menyampaikan perlunya dialog.
Kata dialog, mereka sampaikan di pertemuan para menhan dunia, Shangri-La Dialogue. Berturut-turut, Austin menekankan dialog pada Sabtu (3/6/2023), sehari berikutnya, Ahad, Li menyampaikan di forum yang sama. Namun tampaknya, masih sebatas di bibir.
Menurut Li, konflik dengan AS akan menjadi bencana tak tertahankan. Maka, Cina lebih baik berdialog daripada berkonflik. Dalam pandangannya, dunia cukup besar bagi Cina dan AS untuk berkembang bersama.
Beberapa hari sebelumnya, Li menolak melakukan pembicaraan langsung dengan Menhan AS Lloyd Austin.
Cina dan AS memiliki sistem berbeda demikian pula hal lainnya. Namun, jelas Li, mestinya hal ini tak membuat keduanya mencari titik dan kepentingan bersama untuk menumbuhkan hubungan bilateral, meningkatkan kerja sama.
‘’Tak terbantahkan, konflik yang mengerucut atau konfrontasi Cina dan AS akan jadi bencana tak tertahankan bagi dunia,’’ kata Li menegaskan.
Hubungan Washington dan Beijing memburuk mengenai sejumlah isu, di antaranya soal Taiwan, sengketa wilayah di Laut Cina Selatan, dan pembatasan ekspor cip semikonduktor yang ditetapkan pemerintahan Presiden Joe Biden.
Sehari sebelumnya, Austin menegaskan, Washington tak akan diam terhadap ‘paksaan dan perisakan’ pada sekutu dan mitranya oleh Cina. Ia menyatakan lebih suka dialog dibandingkan konflik.
‘’Jelas, kami tak mencari konflik atau konfrontasi. Namun, kami tidak akan mundur jika menghadapi perisakan atau paksaan,’’ kata Austin.
Austin menyayangkan penolakan Cina untuk berdialog. Makanya, ia prihatin Cina enggan serius membahas mekanisme lebih baik dalam mengelola krisis antara militer dua negara. ‘’Lebih banyak kita bicara, makin memungkinkan kita terhindar dari salah paham.’’
Pejabat senior militer Cina, Letjen Jing Jianfeng, menyerang balik. Menurut dia, AS bertanggung jawab atas gagalnya dialog dengan meningkatkan sanksi pada pejabat-pejabat Cina. AS pun membuat stabilitas Asia-Pasifi rusak akibat kehadiran militernya di kawasan itu.
‘’Hubungan AS-Cina menghadapi kesulitan dan ini semua karena AS,’’ kata Jing. Ia mendampingin Menhan Cina Li Shangfu. Di tempat lain pada hari yang sama, satu kapal perang milik AS dan Kanada berlayar melalui Teluk Taiwan.
Ia menuding AS mengeksploitasi negara-negara Asia-Pasifik demi kepentingannya sendiri, mempertahankan dominasinya di kawasan. Ia mencontohkan, AS membangun aliansi yang merawat nuansa Perang Dingin dan membuat pakta-pakta baru.
Di antaranya, AUKUS yang melibatkan Inggris dan Australia di dalamnya. Ada pula Quad, organisasi yang juga melibatkan Australia, India, dan Jepang untuk memecah belah dunia berdasarkan ideologi, memantik konfrontasi.
Sebaliknya, ia menyatakan,’’Cina berkomitmen pada pembangunan dan kemakmuran kawasan,’’ katanya.
Berharap dukungan
Menhan AS Lloyd Austin juga berharap dukungan visi Indo Pasifik yang bebas, terbuka, dan aman. Ini cara terbaik mengatasi langkah Cina yang kian marajalela di kawasan tersebut. AS meningkatkan aktivitasnya di sekitar Indo Pasifik.
Termasuk berlayar atau terbang secara teratur di atas Teluk Taiwan dan Laut Cina Selatan. ‘’Kami ingin meyakinkan, semua negara bisa terbang, berlayar, dan beroperasi di mana pun hukum internasional mengizinkan,’’ katanya.
Setiap negara baik kecil maupun besar, jelas Austin, harus bebas melakukan aktivitas maritim. Letjen Jing Jianfeng merespons Austin, Cina memiliki kedaulatan atas Laut Cina Selatan. Menhan Cina, Li Shangfu menolak undangan Austin berbicara di sela acara.
Meski keduanya berjabat tangan sebelum duduk di satu meja pada sisi yang berhadapan saat pembukaan Shangri-La Dialogue. Austin menyatakan, berjabat tangan tidaklah cukup, yang dibutuhkan pembicaraan. (reuters/fer)