Nasi Jangkrik Sunan Kudus yang Selalu Dinanti

Serba Indonesia  
Warga menunjukkan nasi jangkrik saat puncak acara Bukak Luwur Sunan Kudus di Kawasan Masjid Menara Kudus, Jawa Tengah. ilustrasi (Antara/yusuf nugroho/republika.co.id)
Warga menunjukkan nasi jangkrik saat puncak acara Bukak Luwur Sunan Kudus di Kawasan Masjid Menara Kudus, Jawa Tengah. ilustrasi (Antara/yusuf nugroho/republika.co.id)

DIPLOMASI REPUBLIKA, KUDUS-- Kesibukan memasak daging kerbau dan kambing tampak di Kompleks Makam Sunan Kudus, Desa Kauman, Kudus, Jawa Tengah, Kamis (27/7/2023). Para pekerja yang menjadi panitia tradisi buka luwur atau bukak luwur Sunan Kudus tengah menyiapkan nasi jangkrik.

Nasi jangkrik atau sego jangkrik merupakan sajian kuliner khas Kudus dengan nama unik. Beragam versi cerita muncul mengenai asal usul penamaan nasi jangkrik. Kisah yang beredar mengungkapkan bahwa kata 'jangkrik' merupakan celetukan dari Kiai Telingsing (Tee Ling-Sing), ulama Tionghoa yang hidup semasa dengan Sunan Kudus yang berasal dari Dinasti Sung, Yunan, Tiongkok Selatan. Ada pula yang menyebutkan bahwa nasi jangkrik terkait dengan warna bumbu masaknya.

Memang tidak seperti namanya, isian nasi jangkrik justru istimewa, yaitu nasi dengan irisan daging kambing atau daging kerbau berbentuk dadu yang ditambah guyuran kuah bersantan dengan 'tetelan' daging kerbau. Nasi ini biasanya dibungkus dengan daun jati kering dan pengikatnya menggunakan serat tanaman. Konon, penggunaan daging kambing dan daging kerbau atas ajaran Sunan Kudus yang melarang untuk menyembelih sapi sebagai bentuk toleransi terhadap umat Hindu pada waktu itu.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Seperti dilansir dari laman Pemprov Jawa Tengah, nasi jangkrik dibagikan secara gratis setiap 10 Muharram. Tradisi yang juga disebut 'Tradisi Sego Menoro' ini pun masih berlangsung hingga kini.

Pembagian nasi jangkrik ini merupakan bagian dari rangkaian acara buka luwur atau membuka kain penutup makam Sunan Kudus, seorang ulama atau wali songo. Setiap tanggal 10 Sura (asyura) juga diperingati sebagai hari wafatnya Sunan Kudus. Untuk tahun ini, hari Asyura atau 10 Muharram jatuh pada Jumat (28/7/2023), yang menjadi acara puncak dari tradisi buka luwur.

Sejumlah pekerja memasak daging kerbau dan kambing saat persiapan tradisi membagi nasi jangkrik di kompleks makam Sunan Kudus, Desa Kauman, Kudus, Jawa Tengah, Kamis (27/7/2023) (Antara/yusuf nugroho/republika.co.id).
Sejumlah pekerja memasak daging kerbau dan kambing saat persiapan tradisi membagi nasi jangkrik di kompleks makam Sunan Kudus, Desa Kauman, Kudus, Jawa Tengah, Kamis (27/7/2023) (Antara/yusuf nugroho/republika.co.id).

Mereka yang terlibat dalam kegiatan tradisi tersebut adalah warga Desa Kauman dan sekitarnya. Tahun ini, panitia tradisi buka luwur Sunan Kudus menyembelih sebanyak 17 kerbau dan 69 kambing untuk lauk. Sekitar 34.000 bungkus nasi jangkrik akan dibagikan kepada masyarakat sebagai wujud syukur kepada Tuhan yang Maha Esa. Esensi dari tradisi ini adalah membudayakan semangat berbagi kepada sesama manusia, seperti yang diungkap panitia acara.

Masyarakat yang datang tidak hanya dari Kota Kudus, tetapi juga dari luar kota. Berjam-jam, mereka rela antre untuk memperoleh nasi jangkrik, yang dipercaya sebagai makanan favorit Sunan Kudus. Meski demikian, nasi jangkrik menjadi makanan tradisi yang selalu ditunggu-tunggu untuk diambil keberkahannya.

Selain nasi jangkrik, ada pula kuliner lokal yang terkait upacara buka luwur, yaitu bubur asyura. Bubur asyura disiapkan oleh para ibu yang memasaknya dengan delapan bahan utama, yakni beras, kedelai, ketela, jagung, pisang, kacang tolo, kacang tanah, dan kacang hijau. Sebagai pelengkap bubur asyura, mereka juga menambahkan, antara lain udang, cabai merah, tahu, dan teri. (rin)

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image