Memori Mengenai Nakba Buat Warga Gaza Pilih Bertahan dan Berjuang
Hamas mengatakan kepada penduduk untuk tetap tinggal dan bersumpah untuk bertempur sampai titik darah penghabisan. (AP Photo/Nasser Nasser/Republika.co.id)
DIPLOMASI REPUBLIKA, GAZA – Ingatan mengenai pemaksaan warga Palestina meninggalkan rumah mereka dan mengungsi selama perang 1948, yang jadi cikal bakal terciptanya Israel, tidak serta-merta lenyap dari benak Fawziya Shaheen (90 tahun) tentang peristiwa Nakba atau bencana. Bahkan, kini sejarah seolah berulang saat Israel meminta warga Gaza meninggalkan rumah mereka, menyusul rencana serangan darat ke wilayah tersebut.
‘’Saya ingat saat pertama kali harus meninggalkan tempat tinggal kami dan apa yang terjadi sekarang. Ini semua salah Amerika dan negara yang menormalisasi hubungan dengan Yahudi (Israel),’’ kata Shaheen, Sabtu (14/10/2023).
Semula Shaheen tinggal di Al-Majdal dan berakhir di Gaza, salah satu tempat dengan populasi terpadat di dunia. Dirinya menjadi saksi dalam sejumlah perang, yang terjadi pada 1948, 1956, 1967, dan 1973. Ia pun mengalami perang yang melibatkan Israel dengan Hamas.
Scroll untuk membaca
Scroll untuk membaca
Sekitar 700 ribu warga Palestina kehilangan harta milik dan tempat tinggalnya akibat Nakba. Mereka berpindah ke negara Arab lainnya. Banyak pula yang masih harus tinggal di kamp-kamp pengungsian.
Shaheen sekarang tinggal di sebuah lembah di dalam kamp pengungsi Khan Younis. ’’Meski Amerika, Israel, atau negara lainnya mengintervensi, kami akan tetap tinggal dan tak akan meninggalkan rumah kami,’’ katanya menegaskan.
Israel memberikan tenggat hingga Sabtu pagi waktu setempat bagi penduduk Gaza di bagian utara untuk pindah ke wilayah selatan. Lalu, mereka menyatakan akan menjamin keamanan warga Palestina yang berpindah itu di dua jalan utama hingga pukul 16.00.
Hingga tenggat usai, pasukan Israel masih dalam posisi mengepung Gaza. ‘’Apa pun yang terjadi, kami tak akan kehilangan tempat berpijak. Mereka menyerang kami, tetapi kami tak akan meninggalkan rumah kami,’’ kata Shaheen.
Israel menyatakan, perintah evakuasi merupakan sikap kemanusiaan untuk melindungi warga dalam upaya memerangi Hamas. Namun, PBB membantah dalih tersebut, warga tetap tak akan aman dan bakal menyebabkan bencana kemanusiaan.
Ratusan ribu dari 2,3 juta warga Gaza telah meninggalkan rumah mereka, sisanya tetap bertahan. Shehada Abu Draz (80), warga lainnya di Gaza, curiga konspirasi Amerika-Israel mendorong warga Palestina meninggalkan Gaza menuju Mesir.
Meski begitu, sampai saat ini belum ada indikasi Mesir akan membuka perbatasannya untuk menerima pengungsi dari Gaza. ‘’Kami katakan kepada Amerika, Israel, dan siapa saja yang berada di balik ini, kami tidak akan pernah meninggalkan Gaza. Kami akan mati di sini.’’
Ia juga menegaskan tekadnya untuk terus melawan Israel. ’’Israel menduduki tanah air kami pada 1948 sampai sekarang. Kami akan selamanya berjuang melawan Israel. Setiap orang yang dijajah harus melawan penjajah berapa pun harga yang harus dibayar.’’ (fer/reuters)
