Majas dalam Peristiwa Haji Agus Salim yang Diejek 'Kambing'
DIPLOMASI REPUBLIKA--Ini merupakan satu peristiwa yang dialami Haji Agus Salim, diplomat ulung yang juga merupakan seorang poliglot. Pahlawan nasional yang wafat pada 4 November 1954 itu dapat membalas mereka yang mengejeknya.
Seperti dituturkan Jef Last dalam In Memoriam yang dikutip dari berita Republika. Dikisahkan bahwa pada 1923, Haji Agus Salim mesti menghadapi perlawanan orang-orang komunis di Sarekat Islam (SI).
Suatu kali, ketika hendak memulai pidatonya, Haji Agus Salim yang berjanggut khas ini mengucapkan salam. Namun, tiga kali dia mengucapkan salam, tiga kali pula muncul suara meledek, “Mbek-mbek-mbek” yang berasal dari arah kelompok pemuda di barisan belakang. Mereka berupaya untuk mendelegitimasi pengaruh Haji Agus Salim di SI, salah satunya dengan meniru-niru suara kambing untuk meledek tokoh Minangkabau ini.
Haji Agus Salim sebagai pihak yang diledek, menghadapi masalah itu dengan tenang. "Tunggu sebentar. Bagi saya sungguh suatu hal yang sangat menyenangkan bahwa kambing-kambing pun telah mendatangi ruangan ini untuk mendengarkan pidato saya. Hanya sayang sekali bahwa mereka kurang mengerti bahasa manusia sehingga mereka menyela dengan cara yang kurang pantas," katanya.
“Jadi saya sarankan agar untuk sementara mereka tinggalkan ruangan ini untuk sekadar makan rumput di lapangan. Sesudah pidato saya ini yang ditujukan kepada manusia selesai, mereka akan dipersilakan masuk kembali,” kata Agus Salim menambahkan.
Mereka yang tadinya ribut sendiri itu menjadi malu bukan kepalang. Tidak lagi terdengar suara mereka mengganggu pidato Haji Agus Salim, yang kelak menjadi profesor tamu di Cornell University ini, seperti yang diceritakan di Republika.
Berdasarkan peristiwa di atas, Haji Agus Salim dan para pemuda yang mengejeknya berkata-kata dalam bentuk kiasan yang dikenal sebagai 'majas'. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, majas merupakan cara melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakannya dengan sesuatu yang lain atau kiasan. Ada juga yang berpendapat bahwa majas adalah gaya bahasa yang sering digunakan pada karya sastra, baik prosa maupun puisi, untuk menarik pembaca agar tidak bosan pada suatu bacaan tertentu.
Majas pun dibagi lagi berdasarkan fungsinya, yaitu majas perbandingan, majas sindiran, majas penegasan, dan majas pertentangan. Majas-majas ini kemudian terbagi lagi menjadi beberapa jenis.
Beberapa majas tersebut, antara lain seperti berikut.
1. Majas perbandingan, terdapat majas personifikasi yang membandingkan manusia dengan benda mati, seperti peluit nyaring berbunyi. Ada pula majas metafora yang membandingkan dua objek berbeda, tetapi mirip, seperti anak itu dikenal sebagai kutu buku.
2. Majas sindiran, terdapat majas ironi dengan maksud mengejek, tetapi secara halus, seperti suaranya bagus hingga yang mendengarnya ingin pingsan.
3. Majas penegasan, terdapat majas retorika yang biasanya berbentuk kalimat tanya, tetapi tidak memerlukan jawaban.
4. Majas pertentangan, terdapat majas litotes yang biasanya majas ini digunakan untuk merendahkan diri. Contoh “Inilah rumah gubuk saya”.
Lalu, majas apa yang digunakan oleh Haji Agus Salim dan orang-orang yang meniru suara kambing? Kalau melihat konteks dari peristiwa di atas, keduanya menggunakan majas sindiran. Orang-orang yang mengembik memakai majas sinisme untuk menyindir Haji Agus Salim yang berjanggut. Sementara itu, Haji Agus Salim pun dengan gaya yang tenang menyindir balik mereka menggunakan majas satire untuk memperkuat apa yang sudah mereka katakan. (lur/zed)