Mancanegara

Keselamatan Muslim Eropa Kian Rentan Akibat Islamofobia

Muslim di Eropa mencoba menjangkau masyarakat non-Muslim (dok. AP Photo)
Muslim di Eropa mencoba menjangkau masyarakat non-Muslim (dok. AP Photo)

DIPLOMASI REPUBLIKA, BERLIN – Jian Omar mengakui tak dilindungi polisi. Sebagai anggota parlemen di Berlin, Jerman, laki-laki berlatar belakang Kurdi-Suriah ini mestinya mendapatkan pengamanan ketat kepolisian dari berbagai ancaman.

Namun, ia mengalami serangan. Ia mendapatkan flyer berisi kebencian yang dilumuri tinja, jendela kantornya hancur, dan ancaman serangan dengan palu sejak terjadinya serangan pejuang Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023.

Tiga insiden yang dialami Omar di kantornya tersebut merupakan bagian dari kian meningkatnya permusuhan terhadap Muslim di Eropa, terutama oleh para politikus. Lebih dari pemimpin komunitas Muslim menuturkan, insiden itu tak masuk laporan aparat.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Sebab, menurut mereka, tingkat kepercayaan terhadap polisi rendah. ’’Saya merasa sendirian dan jika seseorang dengan status anggota parlemen terpilih tak dapat dilindungi, lalu bagaimana perasaan orang lainnya,’’ ujar Omar, Rabu (29/11/2023).

Ia menuturkan, para polisi memang menyelidiki insiden yang menimpanya, tetapi mereka menegaskan tak bisa melakukan pengamanan ekstra terhadap dirinya. ‘’Coba bayangkan kalau kejadian serupa menimpa seorang politikus Jerman berkulit putih,’’ ujarnya.

Tentu, kata dia, pasukan keamanan dikerahkan untuk menangani kasus itu dengan serius. Kepolisian Berlin tak membalas permintaan komentar mengenai kejadian yang menimpa Omar dan pengamanan terhadap dirinya.

Kejahatan berdasarkan kebencian meningkat secara dramatis di Eropa imbas serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober lalu. Serangan yang menewaskan 1.200 warga Israel dan serangan balasan Israel ke Gaza yang menyebabkan 14.800 warga sipil meninggal dunia.

Insiden antisemit yang terdaftar naik 1.240 persen di London dan naik tajam di Prancis dan Jerman. Data resmi menunjukkan juga kenaikan signifkan insiden anti-Muslim di Inggris, demikian pula di dua negara lainnya, yaitu Prancis dan Jerman.

Data ini tak sepenuhnya menggambarkan meluasnya serangan dan permusuhan terhadap individu Muslim dan masjid.Termasuk, serangan yang menargetkan anak-anak Muslim di sekolah.

Zara Mohammed, sekjen Muslim Council of Britain, menuturkan bahasa pemerintah dengan menyebut massa pro-Palestina sebagai ‘hate marches’ membuat aksi memerangi antisemitisme dan memperjuangkan hak Muslim atau Palestina jadi zero-sum game di benak banyak orang.

‘’Para menteri benar-benar sangat ceroboh, menjajakan perang kultur dan mengadu satu komunitas dengan yang lainnya benar-benar tak membantu. Ini sangat memecah belah dan berbahaya,’’ kata Zara menegaskan.

Pemerintah Inggris tidak merespons pertanyaan mengenai alasan penggunaan bahasa yang mengadu domba tersebut. Rentannya keselamatan Muslim di Eropa juga kian meningkat dengan pencapaian bagus partai sayap kanan Belanda yang dikomandoi Geert Wilders.

Sebelumnya, Wilders menyerukan agar ada pelarangan masjid dan Alquran di Belanda. Situasi semacam ini melahirkan ketakutan bagi warga Muslim biasa. Di Masjid Ibn Ben Badis, Nanterre, Paris, jamaah lansia takut shalat Subuh karena masih gelap.

Dua jamaah di masjid itu mengungkapkan, ketakutan itu merebak setelah ada surat ancaman serangan pembakaran masjid atau serangan bom molotov pada akhir Oktober lalu dari simpatisan kelompok sayap kanan.

Rachid Abdouni, presiden masjid tersebut, menyatakan permintaan ekstrapengamanan dari polisi tak dipenuhi. Polisi lokal mengeklaim, melakukan patroli di wilayah itu, tetapi sumber dayanya tidak mencukupi.

‘’Apakah saya ingin anak perempuan saya tumbuh dalam iklim yang seperti ini?’’ tanya Khalil Raboun (42 tahun), sopir taksi keturunan Maroko setelah melakukan shalat Jumat di masjid itu.

700 laporan

Upaya serangan pembakaran, perlakuan verbal, vandalisme, dan kepala babi yang... (halaman berikutnya)

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image