Rusia ke Korsel, Jangan Kaget Kalau Moskow Membalas Sanksi

Mancanegara  
Bendera Rusia (ilustrasi) (dok. AP/Patrick Semansky)
Bendera Rusia (ilustrasi) (dok. AP/Patrick Semansky)

DIPLOMASI REPUBLIKA, MOSKOW – Rusia kini menghadapi persoalan yang melibatkan dua negara sekutu AS, yakni Jepang dan Korea Selatan (Korsel). Kedua negara tersebut menempuh kebijakan yang dianggap merugikan dan mengancam Moskow.

Rusia menegaskan, jangan kaget jika nantinya Moskow membalas sanksi yang baru-baru ini ditetapkan Korsel dalam bidang perdagangan. Ini terkait langkah Seoul memperluas daftar barang-barang yang tak memungkinkan diekspor ke Rusia tanpa izin khusus.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, menganggap ini langkah tak ramah yang ditempuh hanya berdasarkan kepentingan Washington. Nantinya, justru akan merugikan industri dan ekonomi Korsel sendiri.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

‘’Kami berhak membalasnya dan tak perlu dalam bentuk yang simetris dengan apa yang dilakukan Korsel. Mereka (Korsel) nanti mestinya tak kaget (jika dan ketika kami membalasnya),’’ demikian pernyataan Zakharova saat konferensi pers, Rabu (27/12/2023).

Pernyataan Zakharova ini berhubungan dengan kebijakan Seoul pekan ini, yang menambahkan 600 jenis barang ke dalam daftar yang dilarang diekspor ke Rusia. Barang-barang itu dianggap berpotensi digunakan untuk kepentingan militer Rusia.

Di dalamnya termasuk peralatan konstruksi berat, baterai yang bisa diisi kembali, komponen terkait penerbangan, dan sejumlah mobil. Rusia juga menyesalkan tindakan Jepang yang menyediakan sistem pertahanan udara, Patriot ke Ukraina.

Zakharova mengingatkan aksi Jepang ini bakal menjadi kuburan bagi hubungan antara Jepang-Rusia. Hubungan dua negara ini dalam keadaan sulit setelah Rusia mengirimkan puluhan ribu personel tentara ke Ukraina sejak Februari 2022.

Jepang pun bergabung dengan negara-negara Barat, menjatuhkan sanksi ekonomi pada Rusia. Pekan lalu, Jepang menyatakan sedang mempersiapkan pengapalan sistem pertahanan udara, Patriot ke AS setelah merevisi panduan ekspor senjata.

Revisi ini merupakan perubahan besar pertama yang dilakukan Tokyo dalam kurun sembilan tahun. Kontrol ekspor baru ini mencegah pengapalan senjata ke negara-negara yang berperang. Dan ini, secara tak langsung menguntungkan Ukraina dalam berperang dengan Rusia.

Di sisi lain, ini memberikan kapasitas ekstra bagi sekutu Jepang, AS untuk memasok bantuan militer ke Ukraina. ’’Jepang kehilangan kendali atas senjata di mana Washington bisa melakukan apa pun yang mereka inginkan,’’ ujar Zakharova.

Maka itu, tak bisa dihindarkan bahwa dengan skema tersebut Patriot akan berakhir di Ukraina. ‘’Skenario itu kami anggap sebagai sikap bermusuhan kepada Rusia dan akan melahirkan konsekuensi berat untuk Jepang dalam konteks hubungan bilateral,’’ katanya.

Awal bulan ini, Jepang dan Korsel mengerahkan pesawat jet untuk memantau latihan terbang bersama pesawat tempur dan pengebom Cina dan Rusia yang berlangsung di dekat wilayah mereka. Selain itu, Jepang-Rusia masih menghadapi persoalan lama.

Kedua negara secara formal belum menyepakati traktat berakhirnya permusuhan mereka di Perang Dunia II. Ini berkaitan dengan sengketa wilayah berupa rangkaian pulau di Pasifik yang di Jepang dikenal sebagai Northern Territories. Di Rusia dikenal sebagai Southern Kuriles.

Bahkan, sebelum terjadinya konflik Rusia-Ukraina, Tokyo mengeluhkan pengerahan militer Rusia di wilayah tersebut. Wilayah ini pada masa Uni Soviet direbut dari Jepang pada akhir Perang Dunia II. (reuters/han)

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image