Mancanegara

Putin Minta Warga Rusia Punya Banyak Anak, Minimal Dua

Pesepeda mengikuti Festival Sepeda Musim Semi Moskow di Moskow, Rusia, Ahad (21/5/2023). Ini perayaan terbesar dalam mendukung budaya bersepeda di Rusia, yang diikuti sekitar 100 ribu orang setiap tahunnya. Peserta menggowes sepeda dengan rute sepanjang 16 km. 
Pesepeda mengikuti Festival Sepeda Musim Semi Moskow di Moskow, Rusia, Ahad (21/5/2023). Ini perayaan terbesar dalam mendukung budaya bersepeda di Rusia, yang diikuti sekitar 100 ribu orang setiap tahunnya. Peserta menggowes sepeda dengan rute sepanjang 16 km.

MOSKOW – Presiden Rusia Vladimir Putin mendorong warganya untuk mempunyai banyak anak, minimal dua. Bisa tiga dan lebih dari itu. Ia menyampaikan permintaan tersebut di hadapan para pekerja sebuah pabrik tank di wilayah Urals.

Menurut dia, dua anak per keluarga merupakan jumlah minimum jika warga Rusia ingin melestarikan identitasnya. ’’Jika kita ingin bertahan sebagai kelompok etnik, well atau sebagai kelompok yang menghuni Rusia, mesti minimal punya dua anak,’’ katanya, Kamis (15/2/2024).

Ia menambahkan, jika setiap keluarga hanya mempunyai satu anak, populasi bakal turun tajam. ‘’Agar berkembang, Anda perlu paling tidak mempunyai anak tiga.’’

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Terkait populasi, Rusia mengalami penurunan jumlah populasi secara perlahan dalam dua dekade terakhir menyusul kolapsnya Uni Soviet, dihadapkan pada persoalan kronis di antaranya adalah alkohol. Perang di Ukraina juga diduga memengaruhi jumlah populasi Rusia.

Rusia dilaporkan mengalami korban jiwa dalam jumlah besar sejak melakukan perang di Ukraian dua tahun lalu. Ratusan ribu orang juga memutuskan meninggalkan negaranya itu karena menentang perang di Ukraina atau khawatir diminta untuk maju ke medan tempur.

Putin selama ini menegaskan sebagai pendukung nilai-nilai tradisional. Nilai ini mengacu pada nilai keluarga, bangsa, dan keyakinannya sebagai penganut Kristen Ortodoks. Maka, dalam kurun 24 tahun kepemimpiannnya, ia dengan tegas membatasi gerakan LGBT yang ia sebut sebagai ekstremis.

Bahkan Pemerintah Rusia menjatuhkan hukuman bagi mereka. Tiga warga Rusia diganjar hukuman penjara atau denda akibat memajang bendera berwarna pelangi, simbol LGBTQ. Ini kasus pertama yang dipublikasikan setelah Pemerintah Rusia memproses aktivisme LQBTQ yang dianggap ekstremisme lewat pengadilan.

Mahkamah Agung (MA) Rusia pada November lalu melarang apa yang pemerintah sebut gerakan LGBTQ beroperasi di Rusia. Mereka juga melabelinya sebagai orgnisasi ekstremis. Rusia berargumen langkah itu untuk melindungi nilai-nilai tradisional keluarga.

Aturan di Rusia melarang memajang secara publik simbol organisasi ekstremis, yakni bendera berwarna pelangi. Para pembela hak LGBTQ mengingatkan memajang bendera LGBTQ atau item lain terkait LGBTQ bisa menjadi sasaran penerapan hukum oleh pemerintah.

Pada Senin (5/2/2024), pengadilan di Saratov, sebuah kota berjarak 730 km sebelah tenggara Moskow menjatuhkan hukuman denda 1.500 rubel atau 16 dolar AS kepada seniman dan fotografer Inna Mosina karena memposting beberapa bendera berwarna pelangi di Instagram.

Menurut laman berita independen Rusia, Mediazona, kasus ini merujuk pada putusan MA yang menyatakan bendera pelangi merupakan simbol internasional gerakan LGBTQ. Mosina dan pengacara bersikukuh kliennya tak melakukan kesalahan.

‘’Postingan itu dilakukan sebelum aturan pemerintah berlaku, saat bendera pelangi tak dinyatakan oleh pemerintah sebagai ekstremisme,’’ kata Mosina. Pengacar Mosina juga menyatakan laporan polisi disampaikan sebelum aturan MA berlaku.

Meski demikian, pengadilan tetap memutuskan Mosina mesti membayar denda. Pekan lalu, pengadilan di Nizhny Novgorod, 400 m sebelah timur Moskow, menjatuhkan lima hari penjara bagi Anastasia Yershova dengan dakwaan yang sama dengan Mosina.

Sementara di Volgograd, 900 km sebelah selatan Moskow, pengadilan mendenda seorang laki-laki sebesar 1.000 rubel atau sekitar 11 dolar AS dengan tuduhan memposting bendera pelangi di media sosial. Upaya meredam LGBTQ di Rusia telah berlangsung lebih dari satu dekade. reuters/han

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image