Hari Ini Pengadilan Internasional Persoalkan Pendudukan Israel Atas Palestina

Mancanegara  
Pemandangan permukiman ilegal Israel Elon Moreh (belakang) dilihat dari Azmout, sebuah desa di Palestina dekat Tepi Barat. Aktivitas pembangunan permukiman Israel di Tepi Barat melonjak pada 2019. Ilustrasi.
Pemandangan permukiman ilegal Israel Elon Moreh (belakang) dilihat dari Azmout, sebuah desa di Palestina dekat Tepi Barat. Aktivitas pembangunan permukiman Israel di Tepi Barat melonjak pada 2019. Ilustrasi.

DENHAAG – Pengadilan internasional pada Senin (19/2/2024) ini menggelar persidangan yang mempertanyakan mengenai 57 tahun pendudukan Israel atas tanah Palestina. Panel yang terdiri atas 15 akan menggelar persidangan ini selama enam hari.

Persidangan di International Court of Justice (ICJ) yang berbasis di Denhaag, Belanda membahas pendudukan Israel terhadap Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur. Perwakilan Palestina yang akan berbicara pertama pada Senin waktu setempat.

Mereka akan mengajukan argumen bahwa pendudukan Israel adalah langkah ilegal sebab melanggar tiga hukum internasional. Hal ini telah disampaikan tim hukum Palestina pada Rabu pekan lalu kepada sejumlah reporter.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Menurut mereka, Israel melanggar larangan atas wilayah taklukan dengan mencaplok secara luas tanah milik Palestina, melanggar hak Palestina untuk menentukan nasib sendiri, dan menerapkan sistem diskriminasi rasial serta apartheid.

‘’Kami ingin mendengarkan pernyataan baru dari pengadilan,’’ kata Omar Awadallah, kepala organisasi PBB di Kementerian Luar Negeri Palestina, Ahad (18/2/2024). ‘’Mereka mestinya mempertimbangkan kata genosida dalam kasus yang diajukan Afrika Selatan.

Awadallah menjelaskan, putusan pengadilan yang disebut advisory opinion akan memberikan Palestina banyak perangkat, menggunakan metode hukum dan perangkat internasional yang damai guna menentang pendudukan yang dilakukan Israel.

ICJ memang membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menetapkan putusan. Namun, para pakar menyatakan putusan ICJ meski tak mengikat secara hukum tetapi bisa berdampak pada yurisprudensi internasonal.

‘’Kasus ini akan disampaikan di pengadilan dengan serangkaian tuduhan yang mungkin akan mempermalakukan dan membuat Israel tak nyaman,’’ Yuval Shany profesor hukum dari Hebrew University dan senior fellow di Israel Democracy Institute.

Dalam persidangan tersebut, Israel tak dijadwalkan untuk berbicara tetapi bisa menyerahkan pernyataan tertulis. Menurut Shany, Israel kemungkinan akan menyampaikan justifikasi atas pendudukan mereka terhadap Palestina.

Ada narasi, kata dia, dari wilayah di mana Israel menarik diri seperti Gaza, bisa menjadi risiko keamanan potensial. Serangan 7 Oktober oleh Hamas dianggap sebagai ancaman keamanan tradisional yang menjadi dasar pembenaran pendudukan oleh Israel.

Namun, Palestina dan kelompok pembela HAM menyatakan pendudukan itu melampaui upaya mempertahankan diri. Israel telah menerapkan sistem apartheid melalui pembangunan permukiman ilegal di tanah Palestina, dan menjadi Palestina warga kelas dua.

Kasus ini ada di tangan ICJ setelah Majelis Umum PBB melakukan pemungutan suara dengan suara dukungan yang besar pada Desember 2022. Mereka meminta pengadilan di Denhaag mengeluarkan advisory opinion mengenai pendudukan Israel terhadap Palestina.

Permintaan itu diajukan Palestina dan sebanyak 50 negara menyatakan abstain. Dalam pernyataan tertulis sebelum pemungutan suara, Dubes Israel untuk PBB Gilad Erdan menuding PBB secara moral bangkrut dan telah dipolitisasi. Putusan pengadilan, kata dia, sepenuhnya tak sah.

Setelah Palestina memaparkan argumennya, 51 negara dan tiga organisasi yaitu Liga Arab, OKI, dan Uni Afrika akan menyampaikan pandangannya di hadapan panel berisi 15 hakim di ruang sidang ICJ, Denhaag.

Israel mencaplok Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza pada 1967. Palestina memperjuangkan kemerdekaan atas tiga wilayah miliknya tersebut. Namun Israel menyebut Tepi Barat sebagai wilayah sengketa, yang nasibnya mesti diputuskan melalui perundingan.

Merujuk data lembaga nirlaba Israel, Peace Now, Israel telah membangun 146 permukiman ilegal yang dihuni lebih dari 500 ribu pemukim Yahudi. Populasi pemukim di Tepi Barat tumbuh lebih dari 15 persen dalam kurun lima tahun terakhir.

Israel juga menganeksasi Yerusalem Timur dan mengeklaim sepenuhnya sebagai ibu kotanya. Lebih dari 200 ribu warga Israel tinggal di permukiman di wilayah itu. Warga Palestina di kota ini menghadapi diskriminasi sistemik.

Kondisi tersebut membuat warga Palestina kesulitan membangun rumah baru atau memperluas yang sudah ada. Ini bukan pertama kalinya, ICJ diminta memberikan advisory opinion atas kebijakan Israel atau menyatakan pendudukan Israel adalah tindakan ilegal.

Pada 2004, pengadilan ini menyatakan pembatas yang dibangun Israel antara Yerusalem Timur dan beberapa bagian wilayah Tepi Barat, bertentangan dengan hukum internasional. Mereka juga mendesak Israel penghentian pembangunan tetapi ini diabaikan. n reuters/han

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image