Catatan dari Krimea: Naik Pesawat Militer dan Pagar Betis Tentara (2)

Mancanegara  
Moskow yang berselimut salju terlihat dari jendela pesawat militer yang membawa kami ke Krimea, Kamis (14/3/2024).  (Dok. Yeyen Rostiyani) 
Moskow yang berselimut salju terlihat dari jendela pesawat militer yang membawa kami ke Krimea, Kamis (14/3/2024). (Dok. Yeyen Rostiyani)


Oleh Yeyen Rostiyani

Pesawat militer yang kami tumpangi terbang pukul 14.00 waktu setempat dari pangkalan udara Chkalovsky, sekitar 31 kilometer dari Moskow, Rusia. Rupanya, ini rasanya menaiki pesawat militer. Kursinya tak seergonomis pesawat komersial. Saya berusaha untuk tidur, demi menyimpan energi.

Jangan bayangkan ada pramugari yang menawarkan makanan atau minuman. Saya sempat berpikir usil, ”Untung saya puasa. Toh tidak akan ada pramugari yang menawarkan makanan di pesawat ini.”

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Puasa justru membuat perjalanan saya lebih praktis karena tidak memikirkan jadwal makan siang yang terlambat. Saat itu, hanya ada salah satu peserta yang berinisiatif menawarkan roti yang dibawanya kepada kami. Namun, tentu jumlahnya pun terbatas.

Mendarat di Rostov

Pukul 15.41, pesawat menurunkan ketinggian sehingga daratan kembali mulai terlihat. Kali ini, tak ada lagi warna putih di daratan. Artinya, kami sudah berada di wilayah yang memiliki cuaca berbeda dari Moskow. Pukul 15.50, roda pesawat militer pun menyentuh tanah. Total, penerbangan kami sepanjang 2 jam 50 menit.

Saya lega, akhirnya kami sudah tiba di Krimea. Namun, ternyata saya salah. Lokasi pendaratan kami itu adalah Rostrov, tempat pangkalan udara Rusia yang lokasinya paling dekat dengan Ukraina.

Peta Rostov di Rusia, yang berjarak 100 kilometer dari perbatasan Ukraina. (Sumber: Flickr)
Peta Rostov di Rusia, yang berjarak 100 kilometer dari perbatasan Ukraina. (Sumber: Flickr)

Rostov berdiri sejak 1749. Ini adalah kota terbesar di Rusia selatan dan menjadi penghubung Rusia dan Ukraina. Kota itu menjadi salah satu lokasi pertempuran meletup.

Laman the Guardian edisi Juni tahun lalu menyebutkan, jarak Rostov on Don ke Ukraina hanyalah 100 kilometer. Di sanalah lokasi komando militer di distrik selatan Rusia. Rostov berada di jalur yang menghubungkan jalan raya, jalur kereta, dan pipa minyak serta gas alam antara Rusia bagian Eropa dan kawasan Kaukasus.

Mengapa mendarat di Rostov? Rupanya, pesawat militer yang kami tumpangi menurunkan sebagian penumpang yang akan ditempatkan ke lokasi terdekat, seperti Luhansk dan Kherson. Dari Rostov, mereka akan diangkut dengan kendaraan darat menuju lokasi masing-masing.

“Hati-hati, ya,” ucap kami kepada seorang rekan yang akan menjalankan tugas di Luhansk. Wajahnya terlihat sedikit tegang. Menurut saya wajar saja, karena kita tidak tahu apa yang ada di depan sana.

Pesawat pun separuhnya kosong. Kami pun bersiap terbang kembali, menuju Krimea. Pukul 16.43, roda pesawat mulai terangkat dan kami pun melayang di udara, menembus gumpalan awan senja.

Pesawat terasa menurunkan ketinggian pada pukul 17.32 dan roda pun menyentuh tanah pukul 17.59 waktu setempat. Akhirnya, kami tiba di Republik Krimea. Berarti kami telah terbang selama 1 jam 16 menit.

Saat turun, ada sekitar 20 personel militer Rusia mengelilingi lokasi sekitar tangga pesawat, mirip membentuk pagar betis. Masing-masing personel memakai body armour lengkap dengan senapan laras panjang dengan moncong mengarah ke bawah, namun siap diangkat jika diperlukan.. Wajah mereka tertutup balaclava.

Sungguh situasi yang menegangkan untuk saya. Namun, saya yakin bahwa ini adalah bagian dari prosedur keamanan standar mereka.

Hotel Moskow di Krimea  (Dok. Yeyen Rostiyani)
Hotel Moskow di Krimea (Dok. Yeyen Rostiyani)

Krimea telah gelap. Dari pangkalan militer, van kami berjalan menuju ibu kota Krimea, Simferopol. Dalam beberapa hari ke depan, kami akan menginap di Hotel Moskow, sungguh nama yang simbolis.

Lalu lintas di depan hotel tak hanya diisi mobil, namun ada pula trem yang berlalu lalang lengkap dengan saluran listrik di atapnya, mirip KRL di Jakarta.

Lalu lintas depan Hotel Moskow, secuil pandangan di Krimea.  (Dok. Yeyen Rostiyani)
Lalu lintas depan Hotel Moskow, secuil pandangan di Krimea. (Dok. Yeyen Rostiyani)

Sejarah panjang Krimea

Warga Krimea menjalani referendum pada 2014 lalu. Hasilnya, mayoritas suara memilih untuk bergabung dengan Federasi Rusia. Meski tak semua negara mendukung, namun Rusia terus melaju.

Referendum itu sebetulnya memiliki sejarah panjang. Ada latar belakang kompleks yang melibatkan komitmen, janji, dan kedaulatan para aktor internasional selain Rusia dan Ukraina. Sedangkan rentang sejarahnya memercik sejak era Uni Soviet, hingga negara transbenua yang membentang sejak 1922 ini akhirnya bubar pada 1991.

Sepuluh tahun berlalu setelah referendum di Krimea. Pada 2024 ini, Rusia kembali menggelar pemilihan presiden, termasuk di Krimea.

Tim pengawas pilpres yang terbang ke Krimea berasal dari Indonesia, Ghana, India, Slovakia, dan Serbia. Total, ada tujuh orang pengamat. *

(Bersambung... Nantikan beberapa saat lagi)

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image