Kelom Geulis, 'Klompen' Khas Tasikmalaya
![Variasi kelom geulis dengan ukiran dan hiasan pada talinya (republika.co.id)](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/news/p2e3sploau.jpg)
Diplomasi.republika.co.id--Ada klompen di Belanda, alas kaki yang terbuat dari sepotong kayu poplar. Di Indonesia, ada produk serupa tapi tak sama, yakni di Tasikmalaya, Jawa Barat.
Tasikmalaya merupakan daerah yang memiliki banyak potensi. Satu di antaranya adalah kerajinan tangan tradisional berupa kelom geulis.
Kelom geulis berasal dari dua kata, kelom dan geulis. Diperkirakan, kata 'kelom' diambil dari bahasa Belanda 'klomp' seperti yang diungkap Darje Rahajoekoesoemah (dalam Ria Andayani, 2015) yang berarti sepatu kayu atau kelom.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia V, memang ada kata kelom yang menjadi kependekan dari 'kelompen'. Kelompen berarti bakiak, alas kaki yang dibuat dari kayu, atau sandal (selop) dari kayu untuk perempuan.
Namun, ada juga dugaan lain mengenai asal kata kelom. Konon, ketika orang Belanda di Jawa Barat menyebut 'klomp' untuk alas kaki kayu kemudian didengar oleh orang Sunda. Penulisan kata tersebut lalu menyesuaikan dengan apa yang didengar, yakni 'kelom'.
Sedangkan 'geulis' adalah kata dalam bahasa Sunda yang berarti 'cantik'. Jadi, jika merujuk ke hasil kerajinan khas Tasikmalaya, kelom geulis dapat bermakna sandal kayu yang cantik.
Kelom geulis memang tampak berbeda dengan alas kaki kayu lainnya, terutama dari segi bentuk, variasi hiasan, ukiran, warna, dan motifnya. Kelom biasanya digunakan oleh para perempuan saat menghadiri pesta, hajatan, ataupun acara resmi. Namun, kelom bisa juga sebagai pelengkap busana sehari-hari.
Usaha kelom geulis tergolong produksi rumahan. Usaha ini diduga sudah ada sejak 1940-an di Tasikmalaya. Kelom geulis terbuat dari kayu mahoni yang biasa digunakan dalam industri kayu atau kayu albasiah. Teknik pembuatan kelom ini masih sederhana dan manual. Dipahat, diukur, dan diukir oleh tangan-tangan terampil. Pengetahuan dan keahlian dalam seni pahat dan ukir ini diwariskan secara turun-temurun. Rata-rata para perajin mendapat ilmu membuat kelom dari keluarga ataupun lingkungan sekitarnya.
Pada kelom geulis, ada sejenis tali (wasna) atau pengikat yang terbuat dari beludru, kulit, bahkan sekarang ada yang dari bahan denim dan batik. Talinya dilapisi hiasan sulaman bunga-bunga atau payet-payet khas Priangan.
Kelom geulis memang identik dengan Sunda. Untuk memperluas pasar, perajin kelom pun memodifikasi, tapi tetap menyesuaikannya dengan ciri kelokalan. Sebagai bagian dari kreativitas, kelom pun diberi hiasan, misalnya kain tenun dari daerah lain. Dengan harapan, produk kelom geulis dapat menjangkau konsumen dari dalam negeri ataupun luar negeri.
Sentra produksi kerajinan kelom geulis tersebar di wilayah Tasikmalaya, antara lain Setiamulya, Mulyasari, Kersanegara, Sukahurip, Sumelap, Mangkubumi, Tamansari, Cihideung, dan Tawang. Meski begitu, produk ini juga dapat ditemukan di luar Tasikmalaya.
Toko yang masih setia menjual kelom geulis terdapat di Jalan Cihampelas, Kota Bandung. Pemiliknya berasal dari Tasikmalaya yang pindah ke Bandung. Beberapa generasi keluarganya mempertahankan kerajinan ini. Desain kelomnya pun khas, bermotif naga dan berornamen khas Tiongkok.
Kelom geulis menjadi produk andalan Tasikmalaya. Selain kelom geulis, ada juga gamparan. Bentuknya cukup khas dan tidak seperti bakiak. Menurut Ria Andayani (2015), kekhasannya itu terdapat pada bagian atas gamparan. Ada 'lilingga' yang dapat dicapit oleh jempol kaki dan jari kaki yang kedua. Alas kaki yang terbuat dari kayu ini biasanya digunakan oleh laki-laki. (rin)
![Image](https://static.republika.co.id/uploads/member/images/profile/thumbs/9727eb36c87a42e8f42a7a302ee62ac4.png)