Hidup Berdampingan dengan Gajah di Way Kambas

Corner  

Satgas masyarakat sedang berjaga malam. (foto TFCA-Sumatera)
Satgas masyarakat sedang berjaga malam. (foto TFCA-Sumatera)

Membangun Satgas, mendorong kepedulian masyarakat

Yuwono ataupun Edi tergabung dalam satgas konflik gajah-manusia di desa masing-masing. Tugas satgas ini adalah untuk membantu tim rescue konflik, seperti Polhut, Tim Elephant Response Unit (ERU), dan Masyarakat Mitra Polhut (MMP). Sebab, satgas adalah tim yang dibentuk oleh masyarakat secara mandiri dan swadaya. Satgas lahir untuk mengorganisasi penjagaan kebun-kebun masyarakat dari gangguan gajah.

Salah satu tantangan satgas adalah biaya operasional seperti untuk membeli mercon. Menurut Yuwono, rata-rata setiap malam mereka harus menyediakan uang sebesar 200 ribu untuk membeli persediaan mercon. Apalagi, ketika musim tanaman berbuah dan intensitas gajah keluar dari kawasan semakin tinggi seperti saat ini, mereka harus membeli ekstra mercon.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Malam sebelumnya, Yuwono dan kawan-kawannya telah mengeluarkan uang sebesar 700 ribu untuk membeli mercon. Saat ini solusi yang bisa masyarakat lakukan untuk penjagaan terhadap gajah adalah dengan mercon kembang api saja. Jika memang mereka sudah tidak bisa menanganinya sendiri baru kemudian mereka meminta bantuan dari Tim Elephant Response Unit (ERU) TNWK.

Maka itu, FRDP, sebuah forum yang terdiri atas desa-desa penyangga sekitar TNWK, mencoba mencari solusi untuk pembiayaan operasional satgas tersebut. Atas ide dan gagasan tersebut, pada periode 2021-2022 ini FRDP mendapat bantuan pendanaan dari TFCA-Sumatera.

Secara garis besar, FRDP mencoba untuk mendorong peran masyarakat agar terlibat aktif dalam penanganan konflik gajah-manusia dan membangun kemandirian masyarakat. Ada tiga desa prioritas yang menjadi intervensi dari kegiatan FRDP, yakni Desa Tambah Dadi, Tegal Ombo, dan Labuhan Ratu VI.

Pada tiga desa tersebut, FRDP mengimplementasikan tujuan besarnya, dengan cara mengorganisasi kegiatan pengamanan ladangnya dari gangguan gajah-gajah liar melalui wadah satgas. Tim ini kemudian disepakati pada tingkat desa dan disahkan dalam SK Kepala Desa untuk memperkuat legalitasnya.

Tak hanya itu, untuk menunjang salah satu tujuan utamanya, yaitu mitigasi konflik gajah dan manusia, mereka diberikan pelatihan-pelatihan tentang pemantauan, penjagaan, penghalauan, dan penggiringan gajah liar, hingga bantuan alat sederhana penghaluan gajah. Dalam menjalankan kegiatan mitigasi tersebut, satgas juga berkoordinasi dengan pihak petugas TNWK, ERU TNWK, dan Mitra Masyarakat Polhut. Koordinasi diperlukan untuk bersama-sama memantau keberadaan gajah dan penggiringannya.

Selain tujuan untuk penggiringan gajah, satgas juga dibentuk untuk menjadi wadah organisasi masyarakat. Menurut Suyuti, masyarakat perlu diajarkan cara berorganisasi yang baik. Selama ini dalam melakukan penggiringan gajah masih terpisah-pisah dan tidak ada koordinasi yang jelas.

Level kesadaran masyarakat yang lahannya jauh dari taman nasional atau tidak pernah dilewati oleh gajah juga masih kurang. Mereka masih banyak yang bersikap acuh atas konflik yang terjadi. Harapannya dengan adanya satgas tersebut, mereka dapat memberikan penyadartahuan, membangun kegotongroyongan, dan swadaya dalam mitigasi konflik gajah dan manusia.

Pasar Rakyat yang diinisiasi oleh Desa Labuhan Ratu VI, Lampung. (foto TFCA-Sumatera)
Pasar Rakyat yang diinisiasi oleh Desa Labuhan Ratu VI, Lampung. (foto TFCA-Sumatera)

Melalui satgas juga digalang pendanaan patroli secara mandiri. Ada dua hal yang dilakukan.

Pertama adalah dengan iuran rutin dari masyarakat. Kedua adalah dengan mendorong kemandirian pendanaan. Ini dilakukan dengan membangun unit usaha bersama melalui Masyarakat Desa Mandiri (MDM). Meski belum semua desa mengimplementasikannya, hal ini bisa menjadi salah satu contoh yang baik untuk desa lain.

Masyarakat Desa Mandiri ini diinisiasi oleh Desa Labuhan Ratu VI. Salah satu unit usaha bersamanya adalah dengan menggalakkan Pasar Rakyat. Pasar rakyat ini diadakan setiap satu bulan sekali. Pasar rakyat ini dikemas secara tradisional.

Masyarakat Desa Labuhan Ratu VI bisa menjual makanan dan barang tradisional di sana. Dari retribusi keuntungan itulah sebagian nanti akan dipakai untuk menunjang penjagaan malam dan penggiringan gajah.

Desa Labuhan Ratu VI juga telah menganggarkan operasional penanganan konflik gajah manusia untuk tahun ini dalam APBDes. Tentu ini menjadi salah satu kisah sukses capaian yang menarik. Ini bisa menjadi indikasi yang nyata jika masyarakat telah paham dan sadar tentang hidup berdampingan dengan gajah.

Menurut Prayit, kepala Desa Labuhan Ratu VI, masyarakat memang telah memiliki kesadaran tinggi akan keberadaan gajah di tengah-tengah mereka. Ini bisa dilihat bahwa keluhan masyarakat atas gangguan gajah liar pada lahan-lahan mereka sudah mulai menurun. Tidak seperti dulu. Bahkan, pada gajah soliter seperti Dugul, masyarakat telah mengakui keberadaannya. Masyarakat tak pernah mengusiknya meskipun dia sering melewati jalan umum atau kebun mereka.

Seekor gajah soliter (foto TFCA-Sumatera)
Seekor gajah soliter (foto TFCA-Sumatera)

Prayit juga menambahkan bahwa keberterimaan masyarakat atas gajah liar itu bisa dilihat dari semangat masyarakat. Mereka memikirkan jalan keluar permasalahan itu bersama-sama.

Kepala Desa Labuhan Ratu VI tersebut juga menjelaskan salah satu programnya membangun keswadayaan masyarakat adalah dengan membuat usaha ternak kambing secara bergilir. Utamanya, usaha tersebut diberikan kepada masyarakat, yang terkena dampak dari gajah dan tim satgas.

Setidaknya dengan adanya ekonomi alternatif, ketika hasil panennya dirusak oleh gajah, mereka masih memiliki pendapatan yang lain. Tidak hanya mengandalkan dari sawah dan kebun mereka. Dengan demikian, ketika kemandirian masyarakat dan ekonomi alternatif itu telah ada maka masyarakat akan semakin toleran terhadap gajah. Walhasil hidup yang lebih harmoni dengan gajah di pinggir hutan pun akan terus terjaga. (rin)

*Tulisan kiriman pembaca Diplomasi.republika.co.id. Isi tulisan dan konten sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

* Kontak kami: diplomasi@rol.republika.co.id

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image